Rekomendasi Produk Kain (Link Shopee)
This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Rabu, 05 Januari 2022
Jumat, 23 September 2016
Struktur Dasar Batik
Struktur Dasar Batik
Bismillah
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam karya, Sobat. Batik memiliki unsur-unsur yang
dikomposisikan sedemikian rupa sehingga terbentuklah pola yang menarik. Struktur
batik merupakan struktur atau prinsip dasar penyusunan batik (Dharsono/Budaya
Nusantara, 2007: 87). Struktur batik terdiri dari unsur pola atau motif batik
yani:
1)
Motif Utama
Motif utama, merupakan unsur
pokok pola, berupa gambar-gambar bentuk tertentu, karena merupakan unsur pokok
maka dapat disebut ornamen utama (pokok)
2)
Motif Pendukung
Motif pendukung merupakan
pola berupa gambar-gambar yang dibuat untuk mengisi bidang, bentuk lebih kecil
dari pada ornamen utama. Motif ini juga dapat disebut ornamen pengisi
(selingan)
3)
Motif Isen-isen
Motif isen untuk memperindah pola secara
keseluruhan , baik ornamen pokok maupun ornamen pengisi diberi isian berupa
hiasan titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis. Biasanya isen dalam
seni batik mempunyai bentuk dan nama tertentu, dan dalam jumlah banyak.
Struktur
batik merupakan paduan motif (pola) yang terdiri dari motif utam. Motif selingan
secara variatif menghiasi keseluruhan merupakan elemen rupa (idiom) dan
sekaligus memperkuat keseimbangan komposisi atau tata susun dalam unsur batik. Secara
keseluruhan memberikan satu-kesatuan (unity) pola susunan batik. Motif isen
terdiri dari cecek (titik-titik) yang dipadu dengan garis yang diterapkan pada
motif batik pokok ataupun pada selingan merupakan variasi untuk memberikan rasa
estetik (indah) pada batik.
Unsur-unsur
yang disebutkan diatas diterapkan pada batik klasik yang telah memiliki pakem. Sehingga
unsur-unsur diatas menjadi patokan dalam membuat batik, bahkan berinovasi
dengan motif batik.unsur-unsur tersebut menjadi patokan dalam inovasi dalam
kebutuhan lain meskipun akan mengikis makna batik itu sendiri misalnya, pembuatan
ornamen bangunan bercorak batik,
pembuatan lantai dengan corak batik, bahkan
pembuatan sandal bercorak batik. Namun tanpa adanya inovasi batik sendiri akan lebih
sulit bertahan dalam dunia tekstil di masa modern ini dan akan lebih mudah
tercoret dari “kebudayaan Indonesia” di masa depan nanti.
Semoga Bermanfaat
, terimakasih...
Rabu, 21 September 2016
Teknik pengembangan dalam menorehkan malam (Batik)
Teknik pengembangan dalam menorehkan malam (Batik)
Bismillah
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam karya, Sobat. Batik telah berkembang pesat dari segi gaya,
teknik, proses, bahan, dan alatnya. Agar dapat selalu berinovasi adakalanya
melakukan uji coba teknik untuk mendapat keragaman motif. Pada umumnya batik
menggunakan canting atau cap, namun dapat juga dilakukan dengan bantuan alat
lain yang memungkinkan untuk dipakai, bahkan memakai alat-alat tidak terduga.
Lebih spesifiknya tulisan ini menjelaskan beberapa cara/teknik menorehkan malam
pada permukaan kain. Teknik-teknik tersebut dapat dilakukan antara lain dengan :
1.
Menorehkan
batik dengan kuas
Cara ini seringkali
disebut batik lukis namun tahukah Sobat. Kuas yang dapat dipakai bisa
bermacam-macam jenis dari kuas kecil hingga kuas car yangtebal dan besar. Cara ini
tentu harus mengorbankan satu kuas yang saya sarankan sudah perah dipakai. Kuas
yang terkena malam cair mungkin akan tahan, namun saat terkena dasar wajan yang
panas dalam waktu yang lama akan meleleh. Untuk membersihkan kuas dari malam
cobalah rendam dengan air hangat.
1.
Menorehkan batik
dengan alat-alat yang tidak berguna. Misalnya kaleng susu bekas yang dilubangi
bagian bawahnya. Alat ini seolah-olah menjadi canting besar yang menorehkan
malam. Perbedaannya dari canting biasa adalah penggunaan canting biasa digerakan
dengan jari tangan, sedangkan canting dari kaleng susu ini dikerjakan dengan
pergelagan tangan. Canting ini membutuhkan keahlian khusus untuk dapat
menguasainya. Namun dapat dijadikan inspirasi untuk memulai gaya baru, karena
canting ini dapat membuat berbagai motif yang tidak terduga.
2.
Cipratan
Teknik cipratan ini
dapat dilakukan dengan mencipratkan malam panas seperti air yang dicipratkan. Teknik
cipratan i dapat dilakukan dengan bantuan berbagai alat seperti canting, botol
kaleng bekas, lidi, spons, benang, kuas, dan sikat gigi bekas. Pada teknik ini saya
sarankan untuk memastikan malam telah panas benar. Karena malam dapat menjadi
keras saat perpindahan dari alat ke kain.
3.
Menghapus malam
dengan air panas
Teknik ini dengan
cara menutup permukaan kain dengan malam. Sikat gigi yang sudah tidak terpakai
dapat dilakukan untuk membantu menorehkan malam dengan mengoleskannya secara
merata pada kain. setelah lilin menutup semua permukaan kain barulah teknik
penghapusan dilakukan, dapat menggunakan jegul (cara Membuat jegul) yang dicelup air panas, lalu hilangkan malam sesuai
kehendak/sesuai motif yang diinginkan. Ini dari teknik ini adalah menghilangkan
lilin dari permukaan kain dengan alat bantu agar serat kain dapat menyerap
warna.
4.
Mencukil batik
yang tertutup malam (etching)
Teknik ini dengan cara
menutup permukaan kain dengan malam. Sikat gigi yang sudah tidak terpakai dapat
dilakukan untuk membantu menorehkan malam dengan mengoleskannya secara merata pada
kain. setelah lilin menutup semua permukaan kain barulah teknik cukil
diterapkan dengan menggunakan benda tajam, misalnya paku, ujung bolpoin, atau
silet. Inti dari teknik ini adalah menghilangkan malam yang menutup permukaan
kain dengan bantuan benda tajam agar pewarna dapat masuk pada serat kain. cara
ini dilakukan pada batik lukis untuk membuat detail seperti mata. Namun cara ini
dapat dilakukan diseluruh permukaan kain dengan desain yang bergaris-garis. Kelemahan
cara ini adalah kesulitan pada penghilangan malam (jika malam yang digunakan
terlalu ulet) dapat menguras tenaga.
Contoh teknik cipratan dengan bantuan benang
Seperti pasir pantai yang banyak, Masih banyak juga teknik batik yang belum
saya jumpai dan masiih banyak teknik batik yang belum ditemukan. Jika Sobat
menemukan teknik lain boleh lah dibagi dikomentar...hihi,,,
Trimakasih,
Semoga Bermanfaat...
...
Selasa, 20 September 2016
Batik Menurut Bentuk Pola (Geo-Non Geo)
Batik Menurut
Bentuk Pola (Geo-Non Geo)
Bismillah
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam karya, Sobat. Batik menurut
bentuk pola dapat dikelompokan menjadi dua yaitu geometris dan non geometris.
Pola
geometris
Golongan
geometris adalah golongan motif yang mudah dibagi-bagi menjadi bagian-bagian
yang disebut rapor ( Sewan Susanto, 1980: 215). Golongan geometris ini
dibedakan menjadi dua macam, yaitu pertama yang rapornya berbentuk seperti ilmu
ukir biasa, dengan bentuk segi empat, segi empat panjang dan lingkaran. Kedua
tersusun dalam garis miring, sehingga rapornya berbentuk belah ketupat. Motif
batik yang tergolong mepunyai rapor segi empat ialah :
Pola “banji”
Pola Banji termasuk salah satu pola batik yang tertua,
berupa silang yang diberi tambahan garis-garis pada
ujungnya dengan gaya melingkar kekanan atau kekiri. Motif yang seperti
ini terkenal di berbagai
kebudayaan kuno di dunia ini dan sering disebut swastika. Di Nusantara pola ini
tidak terbatas pada seni batik saja, tetapi dapat dijumpai pula sebagai
hiasan benda-benda lain yang tersebar dibanyak pulau. Nama “Banji”
berasal dari kata-kata Tionghoa “Ban’ berarti sepuluh, dan “Dzi”
yang artinya ribu, perlambang murah rejeki atau kebahagiaan yang
berlipat ganda. Melihat atau mendengar nama ini, maka dapat diperkirakan
bahwa pola banji masuk ke dalam seni batik sebagai akibat pengaruh
kebudayaan Tionghoa. Seperti telah diketahui bahwa pada tahun 1400 Masehi, di
pantai utara Pulau Jawa telah banyak orang-orang Tionghoa
yang menetap, dan yang dalam pada itu tentu membawa perbendaharaan
kebudayaan mereka yang kuno dan kaya itu. Hal ini
nampak pada banyaknya peninggalan berupa barang pecah belah Tionghoa
yang sampai kini masih tersebar di pantai utara dan di banyak bagian
lain kepulauan Indonesia, sehingga tidaklah mustahil bahwa penduduk asli
yang sudah lama berkenalan dengan para pendatang Tionghoa
mengambil serta meniru pola-pola hiasan.
Mereka yang menyangkal pengaruh kebudayaan Tionghoa menunjuk
kepada nama Jawa asli yang dipakai untuk pola ini yaitu : Balok bosok,
artinya kayu yang busuk, karena pola banji menyerupai balok-balok
bersilang yang dimakan bubuk. Pola banji dalam seni batik mengalami bermacam
perubahan dan diberi hiasan-hiasan tambahan, misalnya
seringkali diseling dengan daunan atau rangkaian bunga-bungaan,
sedemikian rupa hingga sukar untuk mengenal kembali silang
banjinya.
Pola
“ceplok” atau “ceplokan”
Pola yang sangat digemari, terdiri atas garis-garis yang
membentuk persegi-persegi, lingkaran-lingkaran, jajaran-jajaran
genjang, binatangbinatang atau bentuk-bentuk lain bersegi banyak.
Bila diteliti benar-benar maka terlihat bahwa pola ceplok ini
berupa stiliring atau abstraksi berbagai benda, misalnya saja bunga-bunga
kuncup, belahan-belahan buah, bahkan binatang-binatang.
Itulah sebabnya banyak diantara motifmotif ini memakai
nama kembang atau binatang. Selain sangat digemari pola ini juga
sangat tua usianya, hal ini terlihat pada beberapa peninggalan
candi terdapat hiasan-hiasan yang menyerupai atau mengingatkan kita
pada pola ceplok ini. Dalam golongan pola ceplokan ini dapat juga
dimasukkan pola yang lazim dikenal dengan nama pola ganggong.
Berbagai-bagai tafsiran para ahli mengenai asal-usul pola ini. Jasper
dalam bukunya yang terkenal mencari asalnya pada semacam tumbuh-tumbuhan
dipaya-paya yang buahnya kalau dibelah dua menunjukkan
gambaran yang mirip dengan pola batik ganggong. Tetapi harus diingat
bahwa inipun hanya salah satu diantara sekian banyak keterangan mengenai
asal pola ini.
Golongan
motif Ganggong.
Golongan
motif ganggong sepintas seperti motif ceplok, bedanya motif ganggong berupa
garis yang tidak sama panjang, sedang ujung garis yang paling panjang mirip
bentuk salib. Ada yang menganggap
pola genggong sebagai pola yang berdiri sendiri, karena menunjukkan
beberapa ciri yang khas, berupa binatang-binatang atau silang-silang
yang ujung jari-jarinya melingkar seperti benang sari bunga. Pola
ganggong inipun mengalami bermacam-macam variasi.
Pola
“kawung”
Golongan
motif kawung yaitu motif yang tersusun dalam bentuk bundar, lonjong atau elips.
Susunan memanjang menurut garis diagonal miring kekiri dan kekanan secara
berselang seling. Motif kawung digambarkan berupa lingkaran-lingkaran yang
saling berpotongan atau bentuk bulat lonjong yang saling mengarah kesatu titik
yang sama. Nama-nama dari motif kawung didasarkan pada besar kecilnya kawung
tersebut, misalnya :
a) Kawung
bentuknya kecil-kecil disebut kawung pecis. Pecis adalah nama mata
uang dari logam yang paling
kecil.
b) Kawung yang
berukuran agak besar disebut kawung bribil. Bribil adalah mata uang logam yang
besarnya lebih besar dari picis.
Pola ini
sebenarnya dapat digolongkan dalam motif ceplokan, tetapi karena
kunonya dan juga karena sifat-sifatnya yang tersendiri dijadikan golongan
yang terpisah. Pola ini tergolong kuno, hal ini dapat
dilihat pada pahatan/ukiran Candi Prambanan yang didirikan kira-kira
pada abad VIII Masehi dan juga pada beberapa peninggalan lain.
Mengenai asal-usul pola ini terdapat perbedaan faham. Ada yang
mengembalikan pola ini kepada buah pohon aren atau kawung, karena
belahan buah aren itulah yang menjadi dasar pola kawung. Tetapi
Rouffaer misalnya, berpendapat bahwa pola kawung berasal dari suatu
pola kuno yang lain yaitu pola gringsing. Pola grinsing ini telah disebut
dalam sumber-sumber tertulis silsilah raja yang bernama
Pararaton (abad ke-14). Pola yang terdiri atas lingkaran-lingkaran
kecil dengan sebuah titik di dalamnya tersusun seolah-olah
sisik ikan atau ular, menjadi penghias latar/dikombinasikan dengan motif
lain. Sumber-sumber dari Jawa Timur tahun 1275 menyebutnya
bersamaan dengan motif wayang, misalnya grising. Grising inilah
kemudian berkembang serta berubah menjadi pola kawung. Pola kawungan
bermacam-macam ragamnya, berbeda menurut
besarkecilnya ukuran yang dipakai, sangast
digemari di kalangan Kraton Yogyakarta tempat ia pernah menjadi
pola larangan, artinya yang dalam bentuk murninya hanya boleh dipakai
oleh Sri Sultan serta keluarganya yang terdekat.
Pola “nitik”
Dari nama
pola ini orang akan mendapat kesan sifat atau rupanya, yaitu titik-titik
atau garis-garis pendek yang tersusun secara geometris, membentuk
pola yang meniru tenunan atau anyaman. Mereka yang mencari
asal-usul teknik batik pada tetesan atau titik-titik lilin (kata tik), menganggap
pola ini sebagai pola yang tertua. Diantara sekian banyak pola nitik,
yang terkenal ialah pola Cakar Ayam dan Tirtateja.
Pola garis miring merupakan pola yang susunannya menurut garis miring atau
diagonal secara tegas. Ada dua macam pola yang termasuk golongan
ini yaitu pola parang dan lereng. Pola yang
paling terkenal serta digemari diantara pola garis miring ini adalah
pola parang. Adapun tanda atau ciri pola parang ini ialah lajurlajur yang
terbentuk oleh garis-garis miring yang sejajar berisikan garisgaris pengisi
tegak, dan setiap lajur terpisah dari yang lain oleh deretan ornamen yang
bergaya miring juga, dinamakan mlinjon. Kata mlinjon dipakai
disini oleh karena motif pemisah tadi berbentuk jajaran genjang kecil,
menyerupai buah mlinjo. Nama parang ialah nama pencakup, sebab motif inipun
mempunyai banyak ragam. Yang termasyur diantaranya ialah pola Parang Rusak.
Banyak teori dan pendapat
dikemukakan orang berhubung dengan asal-usul pola ini. Ada yang mencari akarnya dalam sejarah Jawa kuno, misalnya dengan Raden Panji. Nama parang sering mengingatkan orang pada pisau atau keris, itulah sebabnya ada yang mencari sumber pola ini pada stiliring daripada keris atau pisau. Sering pula dikatakan, bahwa lahirnya pola ini diilhami oleh tokoh Sultan Agung dari Mataram (1613 – 1645). Tetapi telah menjadi kenyataan bahwa pola Parang Rusak menjadi larangan, artinya hanya boleh dipakai oleh sang raja sendiri atau keluarganya yang terdekat. Hal ini masih dipegang teguh sampai sekarang di dalam lingkungan tembok kraton, walaupun diluar istana tidak dihiraukan lagi larangan ini. Nama-nama yang diberikan kepada beberapa macam pola Parang Rusak berbeda menurut ukuran polanya. Parang rusak dengan ukuran yang terkecil dinamakan Parang Rusak Klitik, yang agak besar dinamakan Parang Rusak Gendreh, dan yang terbesar Parang Rusak
Barong. Pola yang disebut terakhir ini mempunyai proporsi serta kesederhanaan pola yang menimbulkan suasana keagungan, hingga dapatlah dimengerti mengapa dikalangan istana Jawa Tengah dianggap keramat dan hanya boleh dipakai oleh sang raja sendiri atau sebagai sajian tertentu kepada para leluhur. Motif-motif lain dapat pula disusun menurut pola garis miring dan contoh yang terkenal ialah pola udan liris dan rujak senthe, yang karena kehalusan motif-motif yang disusun miring itu seolah-olah menyerupai hujan rintik-rintik atau liris.
dikemukakan orang berhubung dengan asal-usul pola ini. Ada yang mencari akarnya dalam sejarah Jawa kuno, misalnya dengan Raden Panji. Nama parang sering mengingatkan orang pada pisau atau keris, itulah sebabnya ada yang mencari sumber pola ini pada stiliring daripada keris atau pisau. Sering pula dikatakan, bahwa lahirnya pola ini diilhami oleh tokoh Sultan Agung dari Mataram (1613 – 1645). Tetapi telah menjadi kenyataan bahwa pola Parang Rusak menjadi larangan, artinya hanya boleh dipakai oleh sang raja sendiri atau keluarganya yang terdekat. Hal ini masih dipegang teguh sampai sekarang di dalam lingkungan tembok kraton, walaupun diluar istana tidak dihiraukan lagi larangan ini. Nama-nama yang diberikan kepada beberapa macam pola Parang Rusak berbeda menurut ukuran polanya. Parang rusak dengan ukuran yang terkecil dinamakan Parang Rusak Klitik, yang agak besar dinamakan Parang Rusak Gendreh, dan yang terbesar Parang Rusak
Barong. Pola yang disebut terakhir ini mempunyai proporsi serta kesederhanaan pola yang menimbulkan suasana keagungan, hingga dapatlah dimengerti mengapa dikalangan istana Jawa Tengah dianggap keramat dan hanya boleh dipakai oleh sang raja sendiri atau sebagai sajian tertentu kepada para leluhur. Motif-motif lain dapat pula disusun menurut pola garis miring dan contoh yang terkenal ialah pola udan liris dan rujak senthe, yang karena kehalusan motif-motif yang disusun miring itu seolah-olah menyerupai hujan rintik-rintik atau liris.
Pola
Non-Geometris
Golongan non geometris yaitu motif batik yang tersusun atas ornamen (tumbuh-tumbuhan, meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda ular atau naga) dalam susunan tidak teratur menurut bidang geometris meskipun dalam satu kain batik akan terjadi pengulangan motif tersebut. Pembuatan pola-pola non-geometris ini tidak terbatas karena si pencipta pola tidak begitu terikat oleh ukuran atau gaya-gaya tertentu. Walaupun demikian akan terlihat bahwa tradisi masih memegang peranan yang penting mengenai tata susunan pola.
Pola Semen
Semen berasal dari kata “semi” yang berarti tumbuhnya bagian dari tanaman atau kuncup-kuncup, daundan bunga-bunga. Untuk memberi pegangan dalam membedakan sekian banyak macam pola semen, para penyelidik batik membuat pembagian berdasarkan beberapa persamaan yang terlihat, yaitu :
Semen berasal dari kata “semi” yang berarti tumbuhnya bagian dari tanaman atau kuncup-kuncup, daundan bunga-bunga. Untuk memberi pegangan dalam membedakan sekian banyak macam pola semen, para penyelidik batik membuat pembagian berdasarkan beberapa persamaan yang terlihat, yaitu :
·
Pola semen
yang hanya terdiri atas kuncup daun-daunan serta bunga-bunga (misalnya : pola
pisang Bali, kepetan).
·
Pola semen yang terdiri atas kuncup-kuncup,
daun serta bunga-bungaan dikombinasikan dengan motif binatang (misalnya: pakis,
peksi, endol-endol, merak kesimpir).
·
Pola semen yang terdiri atas gambaran
tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, ditambah dengan motif sayap atau Lar. Motif
Lar atau sayap ini merupakan pelengkap pada pola semen, dan dalam perbendaharaan
ornamen batik mengenal tiga bentuk yaitu : Lar, Mirong dan Sawat. Lar berupa
sayap tunggal, sedangkan Mirong ialah sayap kembar. Motif Sawat yang sejak
dahulu kala dianggap sebagai pola raja-raja adalah sayap kembar lengkap dengan
ekor yang terbuka. Asal-usul motif sawat tidak jelas, Rouffaer menggalinya dalam
sejarah perlambang kerajaan Mataram di bawah Sultan Agung, sebagai lambang
kejayaan.
Motif
buketan atau terang bulan.
Motif
buketan adalah motif yang mengambil tumbuh-tumbuhan atau bunga-bunga sebagai
ornamen hias, digambar secara realistis tanpa distilisasi, disusun meluas
memenuhi bidang kain yang terdapat pada kain sarung, sedangkan motif terang
bulan hampir sama dengan motif buketan hanya penempatannya pada ujung kain
berbentuk segitiga yang disebut “tumpal”. Tumpal ini diberi isen-isen motif
batik, sedangkan yang diluar bidang tumpal diberi ornamen kecil-kecil yang
bertebaran.
Masih banyak
lagi pola-pola yang tidak bersifat geometris. Daerah yang
terkenal dengan nama Pesisir dimana orang tidak begitu terikat oleh tradisi
kraton-kraton, menjadi tempat asal pola yang beraneka ragam. Cirebon
dengan pola-pola tidak geometris yang menggambarkan gunung-gunung,
batu-batu, kolam-kolam serta binatang-binatang diselingi dengan
rangkaian tumbuh-tumbuhan serta bunga-bungaan. Pola seperti
yang terdapat dalam selendang-selendang sutera atau Lookcan dari
Pantai Utara Jawa Tengah dan Timur, dengan burungburung, bunga-bunga
serta binatang-binatang lain, memperlihatkan campuran
pengaruh berbagai ragam seni hias yang berasal dari berbagai kebudayaan.
Semuanya itu kita coba sajikan dalam buku ini. Mudahmudahan dapat memberikan
gambaran kepada para pembatik dan penggemar
seni batik tentang kekayaan pola-pola seni batik Indonesia.
Teknik Pewarnaan Dasar Ikat Celup (colet,celup,semprot)
Teknik Pewarnaan Dasar Ikat Celup (colet,celup,semprot)
Bismillah
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam karya, Sobat. Pewarnaan pada tekstil dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
adalah ikat celup. Teknik dasar dalam pewarnaan ikat celup dapat dikerjakan
dengan colet, celup, dan semprot. Berikut ini penjelasannya,Sobat.
1.
Colet
Pewarnaan ikat
celup dengan colet menggunakan jegul (alat bantu mewarnai seperti kuas tapi
dari spons) (membuat alat mencolet). Selain menggunakan jegul dapat juga
menggunakan kuas, dan cotton bud. Pewarnaan dengan alat bantu ini biasanya
digunakan untuk mewarnai beberapa bagian saja yakni tidak secara keseluruhan
kain.
2.
Celup
Celup adalah cara
utama dalam ikat celup merujuk namanya yaitu ikat celup yakni diikat lalu
dicelup. Cara ini paling mudah dilakukan karena langsung mewarnai seluruh kain.
3.
Semprot
Cara semprot ini adalah
cara alternatif terutama untuk ujicoba ikat celup yang sering kali gagal.
Dengan cara ini meminimalisir jumlah air yang terserap oleh serat kain. maka kemungkinan
merember kedalam ikatan pun semakin tipis. Cara ini juga dapat memberikan
alternatif untuk memberi motif lain pada pewarnaan ikat celup. Teknik semprot
juga dapat menciptakan efek titik-titik pewarna pada kain.
Trimakasih,
Semoga Bermanfaat...