Perubahan Tekstil Nusantara
Awal mulanya manusia berpakaian karena rasa malu (kisah
dalam kitab suci mengenai dosa dari Adam dan Hawa, setelah diketahui Allah telah
melanggar perintahNya, manusia pertama yang semula telanjang mulai merasa malu
karena ketelanjangannya itu dan berusaha mencari daun daunan sebagai penutup
tubuhnya).
Dalam perkembangannya, manusia yang hidup dari berburu mulai
menggunakan kulit hewan buruannya sebagai pakaian. Masa berikutnya, manusia
yang berpakaian bulu/kulit hewan itu berangsur-angsur pindah dari daerah panas
ke daerah dingin (manusia saat itu masih hidup berpindahpindah/ nomaden) dan
akhirnya menetap setelah mereka mengenal hidup bertani untuk kelangsungan
hidupnya.
Hal yang berharga dari digunakannya bulu/kulit hewan sebagai
penutup tubuh ini adalah penemuan tidak sengaja kain yang kemudian disebut
lakan/felt. Kain yang semula gumpalan bulu hewan itu digunakan sebagai penutup
telapak kaki manusia primitif yang sangat halus. Karena terus-menerus
digunakan, maka gumpalan bulu itu terkena panas, keringat, tekanan dari kaki,
yang menghasilkan kain-kain tanpa proses tenun. Penemuan berharga inilah yang
mengawali pembuatan kain bukan tenunan,
dari
bahan berserabut dan serat buatan.
Kemudian, manusia mulai belajar membuat tambang (yang
nantinya berkembang kearah pembuatan tali dan juga benang) dari tumbuhan rambat
atau disebut “ivy” dan rami atau “flax”. Pembuatan tali/tambang ini adalah untuk
keperluan membuat tempat tidurnya yang pada masa itu digantungkandiantara
pepohonan besar untuk menghindari serangan binatang buas di malam hari. Di
samping itu untuk keperluan membuat jala penangkap ikan.
Setelah memperoleh keahlian dalam menghasilkan tali/tambang
yang kasar itu, mereka berusaha untuk mendapatkan tali/benang yang lebih tipis.
Usaha mereka adalah dengan menjalin rambut manusia. Suatu pekerjaan yang tidak
ringan namun hasilnya tidaklah sebesar yang diharapkan. Dalam perkembangannya,
manusia menemukan suatu serat halus yang dihasilkan oleh binatang kecil yaitu
ulat sutera. Dari situlah diupayakan pembuatan
benang tenun yang halus. Penemuan yang masih primitif itu kemudian menjadi
prinsip dasar pembuatan kain sutera.
Perkembangan demi perkembangan berlanjut dengan
penemuanpenemuan kecil dari kehidupan sehari-hari manusia primitif ini. Perkembangan
teknik menenun berjalan sejajar dengan keahlian membuat benang. Penemuan lain
pada masa itu antara lain adalah yang berasal dari serat serabut yang menghasilkan
antara lain wol dan katun. Dari penemuan ini kemudian didapati kenyataan bahwa
lebih mudah memintal benang dari serat serabut daripada serat alamiah. Dengan
serat serabut diperoleh benang yang tidak putus-putus. Dapat disimpulkan
bahwasannya hasil menggintir, memintal dan akhirnya menenun pada masa kini
adalah hasil dari penemuan dari manusia primitif yang berusaha memenuhi kebutuhannya
dengan cara yang sangat sederhana.
Di beberapa wilayah manusia memakai pakaian bahkan dari
kulit hewan berbulu yang ternyata dapat menjadi penghangat badan di udara
dingin, di wilayah panas pakaian manusia purba dari kulit kayu dan dari
tumbuhan merambat atau rumput
-
rumputan dibuat berbagai barang untuk keperluan sehari
-
hari seperti tikar, gendongan barang, penutup kepala dan sebagainya, sampai
akhirnya dikenal beberapa jenis serat yang dapat dijadikan benang untuk
akhirnya ditenun menjadi semacam tekatil yang kita kenal.
Awal manusia mulai
membuat tekstil, tidak diketahui secara pasti, tapi diduga dimulai oleh manusia
di daratan Asia, pada saat yang sama manusia di daratan Eropa masih berpakaian
dari kulit khewan berbulu.Dalam pengertian sekarang tekstil adalah
Material
lembaran yang fleksibel terbuat dari benang dari hasil pemintalan serat pendek
(stapel) atau serat berkesinambungan (filamen) yang kemudian ditenun, dirajut
atau dengan cara penyatuan serat berbentuk lembaran menggunakan atau tanpa
bahan perekat yang dipres (disebut non-woven fabrics).
Motif dan penggunaan tekstil sebagai busana dibentuk dengan
cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan lainsebagainya. Tekstil sudah
menjadi barang umum sehari-hari, meskipun demikian keberadaan tekstil dalam
sejarah selalu bersinggungan dengan budaya, kekuasaan, politik, penaklukan dan
tidak jarang dengan peperangan atau menggambarkan suasana damai dan kemakmuran
masyarakatnya.pembuatan benang dari serat dimulai kapan dan oleh siapa tidak
diketahui secara jelas, tapi bukti sejarah menunjukan antara lain pertenunan
telah dikenal sejak sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi di Mesir, penanaman
tumbuhan flax (sejenis serat alam) di Eropa telah ada sebelum Masehi dan sebuah
mural di Eropa dari abad kedua Masehi menggambarkan seorang Madonna tengah merajut.Temuan
sejarah dari sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi terdapat motif tenunan kapas
pada suatu bejana perak di Pakistan.
Cina berabad-abad merahasiakan keberadaan ulat sutera
sebagai penghasil filamen sutera, sampai suatu saat seorang Italia pada abad pertengahan
bernama Marcopolo berhasil menyelundupkan kokon ulat sutera di dalam tongkatnya
yang kemudian membudidayakan ulat tersebut di negerinya. Dalam budaya
Nusantara, ternyata penenun di tatar Sunda menempati kedudukan terhormat, misal
pada legenda Sangkuriang di Jawa Barat terdapat nama penenun Dayang Sumbi yang
berarti wanita keturunan dewi atau dayang, sedang sumbi berarti bagian alat
tenun yang digunakan sebagai pembatas anyaman motif tenun, juga dikenal
ceritera Nenek Anteh seorang pembuat benang (anteh berarti mengantih atau
memilin benang kapas) konon bayangannya nampak di bulan saat purnama. Dalam
naskah lama, misal dalam serat Pararaton ditulis, bahwa raja Majapahit pertama
yang bergelar Prabu Kertarajasa menganugerahkan kain gringsing sebagai tanda
panglimanya untuk berperang dan
patung
Prabu Kertarajasa sendiri memakai batik bermotif kawung yang nampak halus.
Di berbagai suku di Indonesia kain tradisional jadi prestise
seseorang dan kain tersebut diwariskan turun temurun.Dari fakta dan ceritera
sejarah tersebut, nampak penting untuk mempelajari pengetahuan tekstil, supaya
berbagai hal dapat diketahui. Demikian juga halnya untuk mempersiapkan masa
depan, tekstil memiliki peran yang lebih penting di masa datang, antara lain tekstil
telah jadi bagian dari gaya hidup
dan
teknologi, karena tekstil tidak hanya menjadi busana, tapi juga untuk tekstil
di industri, keperluan medis, sebagai geo-textile yaitu tekstil untuk penyangga
struktur tanah, untuk pakaian ruang angkasa, pembalap mobil, tekstil militer
dan berbagai aspek kehidupan dan budaya di masa mendatang.
Pada tahun 1988
tekstil termasuk produk unggulan Indonesia yang memberikan sumbangan lebih
besar dalam ekspor non migas sebesar 12,4 % . Di Kalimantan dan Sulawesi
Selatan dan beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu untuk
bermacam-macam keperluan, eperti untuk pakaian (suku Toraja dan Dayak),dan
alat-alat untuk membuat kertas (Dluwung Ponorogo). Dapat kita mengambil
kesimpulan bahwa alat-alat pemukul kulit kayu itu menununjukan bahw orang-orang
neolitikum sudah berpakaian. Selain membuat pakaian dari kulit kau mereka sudah
pandai pula menenun tekstil yang agak halus. Tekstil itu tidak tahan lam,
sehingga tak ada bekas-bekasnya yang kita temukan. Tetapi anehnya dalam hal ini
kita memperoleh petunjuk yang nyata dari periuk belangga yang berasal dari
jaman itu dan memakai hiasan tenunan.
Tekstil nusantara pada dasarnya telah mengalami fase
perubahan yang tidak terlalu mencolok. Motif yang dibuat pada zaman dahulu hingga
sekarang masih hamper sama. namun yang menjadikan tekstil nusantara ini berubah
adalah dari segi proses. Pada jaman sekarang orang cenderung membuat batik
karena alas an ekonomi, sehingga
tidak sedikit tukang atau pengusaha batik menerjakannya dengan cara yang
praktis. Apalagi sudah ada mesin printing tekstil yang dapat memenuhi lebih
banyak jumlah permintaan pasar. Motif nya pun banyak yang modern, kontemporer,
dan abstrak. Sehingga pada jaman sekarang batik telah modern namun kehilangan
makna, nilai, folosofi yang terkandung dari selembar kain nusantara tersebut. Pada masa kini masih
tetap ada orang/ pengusaha yang menekuni batik dengan cara tradisional yakni
canting walapun tidak banyak yang menekuninya karena ingin melstarikan
kebudayaan namun tujuan utama memang pada ekonomi. Batik tulis dengan teknik
tradisional memang mampu menyaingi bahan gaun pernikahan. Dua meter kain batik
tulis mampu mencapai Rp. 300-15.000.000,- tergantung kehalusan motif yang
dihasilkan. Kira- kira seperti itu perubahan tekstil yang tentu saja seiring
perkembangan zaman akan semakin pudar ekstistensinya. Maka cintailah tekstil
dalam negri.
Daftar Pustaka
Supangkat,
jim., Zaelani, Rizki A.(2006). Ikatan Silang Budaya: Seni Serat Biranul Anas.
Kepustakaaan Populer Grmedika:Jakarta
Sardiman(2008) .Sejarah
Program Ilmu Alam. Quadra: Jakarta.
Soekmono, R(1990). Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Kanisius: Jogja.
0 komentar:
Posting Komentar