Jumat, 09 September 2016

Perubahan Tekstil Nusantara

Perubahan Tekstil Nusantara
Awal mulanya manusia berpakaian karena rasa malu (kisah dalam kitab suci mengenai dosa dari Adam dan Hawa, setelah diketahui Allah telah melanggar perintahNya, manusia pertama yang semula telanjang mulai merasa malu karena ketelanjangannya itu dan berusaha mencari daun daunan sebagai penutup tubuhnya).

Dalam perkembangannya, manusia yang hidup dari berburu mulai menggunakan kulit hewan buruannya sebagai pakaian. Masa berikutnya, manusia yang berpakaian bulu/kulit hewan itu berangsur-angsur pindah dari daerah panas ke daerah dingin (manusia saat itu masih hidup berpindahpindah/ nomaden) dan akhirnya menetap setelah mereka mengenal hidup bertani untuk kelangsungan hidupnya.
Hal yang berharga dari digunakannya bulu/kulit hewan sebagai penutup tubuh ini adalah penemuan tidak sengaja kain yang kemudian disebut lakan/felt. Kain yang semula gumpalan bulu hewan itu digunakan sebagai penutup telapak kaki manusia primitif yang sangat halus. Karena terus-menerus digunakan, maka gumpalan bulu itu terkena panas, keringat, tekanan dari kaki, yang menghasilkan kain-kain tanpa proses tenun. Penemuan berharga inilah yang mengawali pembuatan kain bukan tenunan,
dari bahan berserabut dan serat buatan.

Kemudian, manusia mulai belajar membuat tambang (yang nantinya berkembang kearah pembuatan tali dan juga benang) dari tumbuhan rambat atau disebut “ivy” dan rami atau “flax”. Pembuatan tali/tambang ini adalah untuk keperluan membuat tempat tidurnya yang pada masa itu digantungkandiantara pepohonan besar untuk menghindari serangan binatang buas di malam hari. Di samping itu untuk keperluan membuat jala penangkap ikan.

Setelah memperoleh keahlian dalam menghasilkan tali/tambang yang kasar itu, mereka berusaha untuk mendapatkan tali/benang yang lebih tipis. Usaha mereka adalah dengan menjalin rambut manusia. Suatu pekerjaan yang tidak ringan namun hasilnya tidaklah sebesar yang diharapkan. Dalam perkembangannya, manusia menemukan suatu serat halus yang dihasilkan oleh binatang kecil yaitu ulat sutera. Dari situlah diupayakan pembuatan  benang tenun yang halus. Penemuan yang masih primitif itu kemudian menjadi prinsip dasar pembuatan kain sutera.

Perkembangan demi perkembangan berlanjut dengan penemuanpenemuan kecil dari kehidupan sehari-hari manusia primitif ini. Perkembangan teknik menenun berjalan sejajar dengan keahlian membuat benang. Penemuan lain pada masa itu antara lain adalah yang berasal dari serat serabut yang menghasilkan antara lain wol dan katun. Dari penemuan ini kemudian didapati kenyataan bahwa lebih mudah memintal benang dari serat serabut daripada serat alamiah. Dengan serat serabut diperoleh benang yang tidak putus-putus. Dapat disimpulkan bahwasannya hasil menggintir, memintal dan akhirnya menenun pada masa kini adalah hasil dari penemuan dari manusia primitif yang berusaha memenuhi kebutuhannya dengan cara yang sangat sederhana.

Di beberapa wilayah manusia memakai pakaian bahkan dari kulit hewan berbulu yang ternyata dapat menjadi penghangat badan di udara dingin, di wilayah panas pakaian manusia purba dari kulit kayu dan dari tumbuhan merambat atau rumput
- rumputan dibuat berbagai barang untuk keperluan sehari
- hari seperti tikar, gendongan barang, penutup kepala dan sebagainya, sampai akhirnya dikenal beberapa jenis serat yang dapat dijadikan benang untuk akhirnya ditenun menjadi semacam tekatil yang kita kenal.

 Awal manusia mulai membuat tekstil, tidak diketahui secara pasti, tapi diduga dimulai oleh manusia di daratan Asia, pada saat yang sama manusia di daratan Eropa masih berpakaian dari kulit khewan berbulu.Dalam pengertian sekarang tekstil adalah
Material lembaran yang fleksibel terbuat dari benang dari hasil pemintalan serat pendek (stapel) atau serat berkesinambungan (filamen) yang kemudian ditenun, dirajut atau dengan cara penyatuan serat berbentuk lembaran menggunakan atau tanpa bahan perekat yang dipres (disebut non-woven fabrics).


Motif dan penggunaan tekstil sebagai busana dibentuk dengan cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan lainsebagainya. Tekstil sudah menjadi barang umum sehari-hari, meskipun demikian keberadaan tekstil dalam sejarah selalu bersinggungan dengan budaya, kekuasaan, politik, penaklukan dan tidak jarang dengan peperangan atau menggambarkan suasana damai dan kemakmuran masyarakatnya.pembuatan benang dari serat dimulai kapan dan oleh siapa tidak diketahui secara jelas, tapi bukti sejarah menunjukan antara lain pertenunan telah dikenal sejak sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi di Mesir, penanaman tumbuhan flax (sejenis serat alam) di Eropa telah ada sebelum Masehi dan sebuah mural di Eropa dari abad kedua Masehi menggambarkan seorang Madonna tengah merajut.Temuan sejarah dari sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi terdapat motif tenunan kapas pada suatu bejana perak di Pakistan.

Cina berabad-abad merahasiakan keberadaan ulat sutera sebagai penghasil filamen sutera, sampai suatu saat seorang Italia pada abad pertengahan bernama Marcopolo berhasil menyelundupkan kokon ulat sutera di dalam tongkatnya yang kemudian membudidayakan ulat tersebut di negerinya. Dalam budaya Nusantara, ternyata penenun di tatar Sunda menempati kedudukan terhormat, misal pada legenda Sangkuriang di Jawa Barat terdapat nama penenun Dayang Sumbi yang berarti wanita keturunan dewi atau dayang, sedang sumbi berarti bagian alat tenun yang digunakan sebagai pembatas anyaman motif tenun, juga dikenal ceritera Nenek Anteh seorang pembuat benang (anteh berarti mengantih atau memilin benang kapas) konon bayangannya nampak di bulan saat purnama. Dalam naskah lama, misal dalam serat Pararaton ditulis, bahwa raja Majapahit pertama yang bergelar Prabu Kertarajasa menganugerahkan kain gringsing sebagai tanda panglimanya untuk berperang dan
patung Prabu Kertarajasa sendiri memakai batik bermotif kawung yang nampak halus.
           
Di berbagai suku di Indonesia kain tradisional jadi prestise seseorang dan kain tersebut diwariskan turun temurun.Dari fakta dan ceritera sejarah tersebut, nampak penting untuk mempelajari pengetahuan tekstil, supaya berbagai hal dapat diketahui. Demikian juga halnya untuk mempersiapkan masa depan, tekstil memiliki peran yang lebih penting di masa datang, antara lain tekstil telah jadi bagian dari gaya hidup
dan teknologi, karena tekstil tidak hanya menjadi busana, tapi juga untuk tekstil di industri, keperluan medis, sebagai geo-textile yaitu tekstil untuk penyangga struktur tanah, untuk pakaian ruang angkasa, pembalap mobil, tekstil militer dan berbagai aspek kehidupan dan budaya di masa mendatang.

Pada tahun 1988 tekstil termasuk produk unggulan Indonesia yang memberikan sumbangan lebih besar dalam ekspor non migas sebesar 12,4 % . Di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu untuk bermacam-macam keperluan, eperti untuk pakaian (suku Toraja dan Dayak),dan alat-alat untuk membuat kertas (Dluwung Ponorogo). Dapat kita mengambil kesimpulan bahwa alat-alat pemukul kulit kayu itu menununjukan bahw orang-orang neolitikum sudah berpakaian. Selain membuat pakaian dari kulit kau mereka sudah pandai pula menenun tekstil yang agak halus. Tekstil itu tidak tahan lam, sehingga tak ada bekas-bekasnya yang kita temukan. Tetapi anehnya dalam hal ini kita memperoleh petunjuk yang nyata dari periuk belangga yang berasal dari jaman itu dan memakai hiasan tenunan.
            Tekstil nusantara pada dasarnya telah mengalami fase perubahan yang tidak terlalu mencolok. Motif yang dibuat pada zaman dahulu hingga sekarang masih hamper sama. namun yang menjadikan tekstil nusantara ini berubah adalah dari segi proses. Pada jaman sekarang orang cenderung membuat batik karena alas an ekonomi, sehingga tidak sedikit tukang atau pengusaha batik menerjakannya dengan cara yang praktis. Apalagi sudah ada mesin printing tekstil yang dapat memenuhi lebih banyak jumlah permintaan pasar. Motif nya pun banyak yang modern, kontemporer, dan abstrak. Sehingga pada jaman sekarang batik telah modern namun kehilangan makna, nilai, folosofi yang terkandung dari selembar kain nusantara tersebut. Pada masa kini masih tetap ada orang/ pengusaha yang menekuni batik dengan cara tradisional yakni canting walapun tidak banyak yang menekuninya karena ingin melstarikan kebudayaan namun tujuan utama memang pada ekonomi. Batik tulis dengan teknik tradisional memang mampu menyaingi bahan gaun pernikahan. Dua meter kain batik tulis mampu mencapai Rp. 300-15.000.000,- tergantung kehalusan motif yang dihasilkan. Kira- kira seperti itu perubahan tekstil yang tentu saja seiring perkembangan zaman akan semakin pudar ekstistensinya. Maka cintailah tekstil dalam negri.
           
Daftar Pustaka

Supangkat, jim., Zaelani, Rizki A.(2006). Ikatan Silang Budaya: Seni Serat Biranul Anas. Kepustakaaan Populer Grmedika:Jakarta 
Sardiman(2008) .Sejarah Program Ilmu Alam. Quadra: Jakarta.

Soekmono, R(1990). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Kanisius: Jogja.

0 komentar:

Posting Komentar